Pernahkah Anda menyimak seorang presenter yang dengan halusnya memasukkan cerita atau narasi ke dalam presentasinya, sampai-sampai Anda tidak menyadari, bahwa sesungguhnya dia sedang berusaha memudahkan Anda dan audiens lainnya untuk memahami gagasannya atau menyerap informasi yang dia sampaikan?
Bercerita atau bernarasi (storytelling) memang merupakan cara terefektif dalam presentasi. Bercerita adalah bentuk komunikasi yang cukup tua dan kuat untuk menerjemahkan ide, serta menggerakkan orang lain untuk bertindak.
Manusia didesain untuk storytelling. Ini diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan ahli saraf dari Universitas Princeton, New Jersey, Amerika Serikat, Uri Hasson. Hasson meneliti efek mendongeng pada otak dengan menggunakan pencitraan resonansi magnetik fungsional (fMRI).
Bersama timnya, dia memindai aktivitas otak peserta-peserta penelitiannya saat mereka mendengarkan cerita yang disampaikan seorang pendongeng. Aktivitas otak pendengar dan pendongeng disinkronkan dan Hasson menemukan aktivitas itu selaras.
Dalam presentasi, keselarasan ini tentu menguntungkan karena audiens akan lebih mudah memahami materi presentasi kita. Lebih jauh lagi, kita dapat memasukkan ide-ide kita dan menggerakkan audiens mengambil keputusan atau melakukan sesuatu berdasarkan ide-ide itu.
Otak manusia memiliki kebutuhan yang melekat terhadap cerita atau narasi, baik itu berupa skema, skrip, peta kognitif, model mental, ataupun metafora. Jadi, manfaatkanlah hal ini dalam presentasi. Dalam banyak hal, cerita menjadi cara manusia untuk berpikir dan memahami dunia di sekitarnya.
Memilih cerita
Meskipun terdengar gampang, memasukkan cerita ke dalam presentasi memiliki beberapa aturan.
1. Menyentuh sisi emosi audiens
Tujuan utama menggunakan cerita dalam presentasi adalah memberikan pengalaman emosional kepada audiens. Komunikator-komunikator andal mengatakan cara paling efektif dan efisien untuk memberikan pengalaman ini adalah lewat penggunaan metafora atau analogi.
Manusia melihat dan mengingat sesuatu berdasarkan pada bagaimana hal itu berkesesuaian dengan sesuatu yang lain. Metafora membantu otak dalam aktivitas ini.
Lewat metafora, presenter dapat menjelaskan konsep yang sulit melalui asosiasi dengan sesuatu yang lebih akrab. Pemikiran metaforis juga dapat digunakan untuk membantu memecahkan masalah.
2. Sesuai konteks
Ketika Anda memutuskan menggunakan cerita dalam presentasi, pastikan cerita itu sesuai dengan konteks presentasi Anda. Hati-hati dalam memilih cerita karena cerita yang dipaksakan akan memiliki efek sebaliknya.
Cerita yang salah akan memutus hubungan Anda dengan audiens dan mempersulit mereka untuk memahami arah atau maksud dan tujuan Anda dalam presentasi.
3. Relevan
Cerita juga harus memiliki keterkaitan dengan pengalaman dan minat audiens. Setiap cerita mesti mempunyai paling tidak satu poin yang dapat dipahami dan mau didengar oleh mereka. Anda ingin menggunakan cerita untuk memasukkan informasi ke dalam perspektif, bukan untuk menggantikannya.
Satu hal yang juga harus diperhatikan, untuk membuat cerita yang relevan dan jelas demi mendukung informasi dalam presentasi, Anda juga harus menjaga agar cerita Anda cukup singkat dan menghapus rincian yang tidak perlu.
4. Memainkan daya visual
Untuk memudahkan Anda memikirkan sebuah cerita, berlakulah seolah-olah Anda sedang melukis gambar dari gagasan Anda. Buatlah cerita yang mudah divisualisasikan: di mana sesuatu terjadi dalam waktu dan tempat tertentu, dimainkan oleh karakter yang kemungkinan memiliki relevansi dengan audiens Anda, dan seterusnya.
5. Sederhana
Tak perlu berlebihan atau menggunakan terlalu banyak cerita (ingat soal cerita singkat dan menghapus rincian tak perlu di atas) dalam presentasi Anda. Pastikan juga Anda akan merasa nyaman menyampaikan cerita itu. Jika tidak, maka kesan dipaksakan akan terasa oleh audiens dan ini akan berdampak negatif bagi mereka.
6. Kisah pribadi
Jika memungkinkan, pilihlah kisah yang Anda jalani sendiri sebagai cerita dalam presentasi. Cerita yang memiliki sentuhan personal akan tertanam secara alami di benak audiens dan bertahan cukup lama di dalamnya. Audiens juga akan lebh mudah terkoneksi dengan Anda.
Kisah pribadi juga memudahkan Anda untuk menjalin cerita. Anda akan lebih gampang memilih bagaimana cara Anda menyampaikan cerita itu,detil mana yang akan Anda ambil, atau menentukan elemen mana yang paling kuat menyentuh emosi audiens.
Struktur presentasi bercerita ala Steve Jobs
Pembicara terkemuka dunia rata-rata sudah menggunakan gaya bercerita dalam presentasi mereka. Sebut saja Steve Jobs. Pendiri Apple Computer ini selalu mampu menghanyutkan dan memukau audiensnya dalam setiap presentasi peluncuran produk Apple. Bukan saja karena kecanggihan produknya, tetapi juga karena kekuatan ceritanya.
Tak jarang Jobs juga memasukkan unsur atau pengalaman pribadi, seperti ketika dia mengembangkan dan meluncurkan produk iPod.
Struktur presentasi Steve Jobs ini dapat menjadi salah satu referensi belajar Anda karena sederhana. Jobs tidak menggunakan struktur kompleks untuk menciptakan kegembiraan. Hampir seluruh presentasi Jobs mengikuti struktur seperti ini:
1. Inilah yang akan saya sampaikan kepada Anda
2. Inilah yang saya janjikan untuk memberitahukannya kepada Anda
3. Inilah yang baru saja saya katakan
4. Dan karena saya pria yang baik di sini, satu hal lagi saya sampaikan untuk Anda
Ingin mengadakan training presentasi online dan tatap muka buat perusahaan/organisasi Anda?
Hubungi tim Presenta Edu di 0811-1880-84 (Putri) untuk kebutuhan training terbaik.
Presenta Edu juga siap memberikan training online terbaik buat perusahaan Anda di masa new normal ini.
Tiga bagian pertama dari struktur menggunakan “ad nauseam” atau berulang-ulang sampai audiens hapal betul apa yang akan diucapkan Jobs. Jobs mengulangi informasi itu sampai audiens membuang atau justru menyimpannya dalam ingatan, selamanya. Teknik ini cukup konservatif dan tidak begitu asyik sebetulnya.
Namun, bagian terakhirlah yang membuat keseluruhan presentasi berhasil. Penonton tahu Jobs selalu memiliki “satu hal lagi” untuk ditambahkan di akhir presentasi. Uniknya, mereka tidak pernah tahu akan seperti apa “satu hal lagi” ini. Dengan tambahan bagian terakhir ini, tiga bagian pertama mendapatkan kekuatan lain. Struktur seperti ini membangun ketegangan, seperti film suspense.
Begitulah. Kalau kita perhatikan, cara kerja kekuatan bercerita dalam presentasi ini sama seperti apa yang dilakukan oleh film atau buku favorit Anda.
Cerita memicu respons kimiawi, fisik, dan emosional pada audiens. Otak melepaskan oksitosin yang memotivasi kerja sama dengan meningkatkan empati.
Itu sebabnya cerita akan membuat audiens lebih mudah untuk menerima dan menerapkan ide-ide baru dan bergerak berdasarkan ide-ide itu.
Keterampilan bercerita dalam presentasi adalah sesuatu yang harus Anda kuasai, jika ingin “naik kelas” dalam dunia presentasi atau public speaking. Bercerita dalam presentasi adalah cara terampuh untuk menarik dan menahan perhatian audiens, bahkan sampai mengubah keyakinan mereka terhadap suatu gagasan yang dipercayai sebelumnya. (*)
Download Buku “Presentasi Memukau”
Buku yang akan membantu Anda menguasai keterampilan penting dalam menyusun, mendesain dan membawakan presentasi dengan efektif dan memukau. GRATIS!
Tinggalkan Balasan